Translate


widgeo.net

Kamis, 19 Desember 2013

Astronom Temukan Planet yang Sebenarnya Tidak Ada

Astronom Temukan Planet yang Sebenarnya Tidak Ada
Ilustrasi. Kredit: NASA
Info Astronomy - Sebuah tim astronom telah menemukan sebuah planet yang mengorbit sangat jauh dari bintang induknya (bintang induk Bumi: Matahari).

Planet yang mengorbit bintang induknya paling jauh dari planet lain saat ini ditemukan dan penemuan ini membingungkan ilmuwan serta menggoyahkan teori pembentukan planet yang ada saat ini.


Temuan ini diterbitkan dalam Astrophysical Journal Letters yang mengatakan bahwa planet HD 106906b mengorbit bintang induknya pada jarak 650 kali jarak Matahari-Bumi (150 juta kilometer).


Menurut teori pembentukan planet yang lain, planet-planet raksasa terbentuk sangat cepat, lahir dari runtuhnya material cakram yang ada di sekitar bintang.


Namun cakram purba jarang mengandung massa yang cukup untuk membentuk planet di tempat yang jauh seperti tempat planet ini ditemukan.


Ada kemungkinan bahwa kasus sistem HD 106906 ini bintang dan planet runtuh secara terpisah dari gumpalan gas.


Tapi untuk beberapa alasan, gumpalan planet kuno ini mengalami 'kelaparan' material dan tidak pernah tumbuh cukup besar untuk melakukan pembakaran nuklir dan menjadi bintang.


Planet ini memiliki berat 11 kali massa Jupiter dan berusia 13 juta tahun. Para astronom mengatakan planet ini masih bersinar dari sisa panas pembentukannya, memancarkan sebagian besar energinya dalam inframerah dari pada cahaya tampak.http://www.infoastronomy.co.vu/2013/12/astronom-temukan-planet-yang-sebenarnya.html

Inilah Supernova Paling Cemerlang Sepanjang Masa

Inilah Supernova Paling Cemerlang Sepanjang Masa
Supernova SNLS-06D4eu ditandai dengan tanda panah. Kredit: University of California
Info Astronomy - Dua supernova ditemukan beberapa tahun lalu. Kini, astronom menyatakan bahwa supernova itu adalah dua yang paling terang sepanjang masa.

Supernova yang berjarak 100 miliar tahun cahaya dari Bumi dan ditemukan lewat Supernova Legacy Survey (SNLS) itu 100 kali lebih terang dari supernova biasanya, membuat para ilmuwan berdecak kagum.

"Awalnya, kita tak tahu sama sekali apa ini, bahkan kita tak tahu apakah itu supernova dan apakah dia ada di galaksi kita atau di tempat yang jauh," kata D Andrew Howell, peneliti di Las Cumbres Observatory Global Telescope Network (LCOGT).

"Saya tunjukkan hasil observasi dalam konferensi dan setiap orang kaget. Tak ada yang menyangka itu supernova yang letaknya jauh karena akan butuh energi yang sangat besar untuk terlihat terang. Kami berpikir itu tidak mungkin," imbuhnya.

Publikasi hasil penelitian di Astrophysical Journal menyatakan bahwa supernova itu kemungkinan adalah hasil dari sebuah magnetar, bintang netron yang punya medan magnet sangat besar. Salah satu supernovanya, SNLS-06D4eu, tergolong dalam kelas superluminous supernova.


Daniel Kasen dan Lawrence Berkeley yang terlibat studi menjelaskan, bintang yang akhirnya menjadi supernova itu awalnya berukuran besar, tetapi bagian luarnya mulai terkikis sebelum akhirnya meledak, meninggalkan inti bintang yang ukurannya lebih kecil.


"Apa yang membuat bintang ini spesial adalah rotasinya yang cepat. Ketika akhirnya mati, inti bintang terus bisa memutar magnetar seperti gasing raksasa. Energi gerak itu kemudian bisa dilepaskan dalam kemarahan magnet," kata kasen seperti dikutip IB Times, Rabu (18/12/2013).


Dua supernova itu ditemukan pada tahun 2006 dan 2007 dalam proyek penelitian supernova hasil kerja sama Canada-France-Hawaii Telescope, Very Large Telescope (VLT), serta Gemini dan Keck Telescopes. Supernova itu diduga terjadi sebelum adanya Matahari.http://www.infoastronomy.co.vu/2013/12/inilah-supernova-paling-cemerlang.html

Rabu, 18 Desember 2013

Komet ISON Dan Perjalanannya Menembus Api (Bagian 2)

Hhttp://kafeastronomi.com/komet-ison-dan-perjalanannya-menembus-api.htmlari yang ditunggu-tunggu astronom sejagat pun akhirnya tiba. Jumat 29 November 2013 dinihari waktu Indonesia, atau Kamis menjelang malam 28 November 2013 waktu universal (GMT) menjadi saat-saat dimana komet ISON yang fenomenal bakal melintasi titik perihelionnya, yakni titik di dalam orbitnya yang berjarak terdekat terhadap Matahari. Dan berbeda dengan hampir segenap komet lainnya yang telah dikenal hingga saat ini, titik perihelionkomet ISON amat sangat dekat terhadap Matahari, yakni ‘hanya’ sejarak 1,25 juta kilometer. Dengan demikiankomet ISON bakal berada di dalam atmosfer Matahari saat menempati perihelionnya, khususnya lapisan atmosfer terluar yang dikenal sebagai korona. Inilah bagian atmosfer Matahari yang panas membara dengan suhu bisa mencapai 2 juta derajat Celcius atau jauh lebih tinggi dibanding ‘permukaan’ Matahari (lapisan fotosfera) yang ‘hanya’ sepanas 6.000 derajat Celcius. Secara akumulatif komet ini akan menghabiskan waktu belasan jam di lingkungan dengan suhu melebihi 3.000 derajat Celcius di sekitar Matahari.
Gambar 1. Komet ISON pada saat paling benderang, Kamis 28 November 2013 pukul 13:00 WIB, seperti diabadikan dalam instrumen LASCO C3 satelit SOHO, lengkap dengan ekor gas (G) dan ekor debu (D). Garis horizontal sebelah menyebelah kepala komet adalah cacat fotografis, yang terjadi akibat komet terlalu terang sehingga sensor LASCO C3 SOHO sempat tersaturasi. Sumber: NASA, 2013.
Gambar 1. Komet ISON pada saat paling benderang, Kamis 28 November 2013 pukul 13:00 WIB, seperti diabadikan dalam instrumen LASCO C3 satelit SOHO, lengkap dengan ekor gas (G) dan ekor debu (D). Garis horizontal sebelah menyebelah kepalakomet adalah cacat fotografis, yang terjadi akibatkomet terlalu terang sehingga sensor LASCO C3 SOHO sempat tersaturasi. Sumber: NASA, 2013.
Hampir seluruh komet yang telah kitab kenal menghabiskan sebagian hampir seluruh waktunya melata di tepian tata surya, kawasan yang dingin membekukan. Mereka amat terbiasa dengan suhu teramat dingin, yang membuat kandungan air dan gas-gas mudah menguap lainnya (seperti misalnya karbondioksida, karbonmonoksida, metana dan sianogen) berada dalam fase padat. Maka terbayang apa yang akan terjadi jika benda bersuhu amat dingin mendadak harus tercelup ke lingkungan demikian panas membara meski hanya dalam sekejap? Yang terjadi bukan hanya penguapan brutal yang besar-besaran saat es sontak berubah menjadi uap dan gas, namun juga bisa memicu melemahnya struktur inti komet. Ujung-ujungnya inti kometbisa tergerus (terdesintegrasi) hingga mengecil atau habis. Dan dalam kondisi sangat ekstrim bahkan bisa hancur berkeping-keping. Dengan diameter inti komet ISON yang relatif besar, yakni sekitar 4.000 meter, muncul pertanyaan bagaimana nasib komet ini saat tiba di perihelionnya? Seberapa besar ia tergerus? Akankah ia pecah berkeping-keping? Atau sebaliknya akankah ia bertahan melewati semua hadangan dalam kondisi sangat ektrim itu sekaligus meraih titel “komet abad ini” dengan benderang demikian terang hingga menyamai atau bahkan melebihi terangnya Bulan purnama?
ADS
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu baru diketahui semenjak Jumat 29 November 2013.
Satelit
Salah satu perbedaan besar dalam mengamati komet yang perihelionnya terlalu dekat ke Matahari pada masa kini dibanding masa silam adalah telah tersedianya armada satelit pengamat Matahari. Mereka bertugas memonitor sang surya dan lingkungannya secara tak terputus dalam 24 jam sehari. Armada itu beranggotakan satelit seperti STEREO (Solar and Terestrial Relation Observatory, yang terdiri dari sepasang satelit yakni STEREO A dan STEREO B) dan SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) yang masing-masing menempati lokasi yang berbeda. Sehingga memberikan pandangan menyeluruh terhadap Matahari dan lingkungannya dari segenap penjuru pada saat bersamaan. Meski tak dirancang untuk mengobservasi komet saat berada di angkasa dekat Matahari, namun satelit-satelit tersebut dilengkapi koronagraf sehingga mampu mendeteksi komet yang melintas terlalu dekat ke Matahari dengan mudah.
Gambar 2. Komet ISON pada saat paling benderang, Kamis 28 November 2013 pukul 13:00 WIB, seperti diabadikan dalam instrumen COR-2 satelit STEREO-B. Sumber: NASA, 2013.
Gambar 2. Komet ISON pada saat paling benderang, Kamis 28 November 2013 pukul 13:00 WIB, seperti diabadikan dalam instrumen COR-2 satelit STEREO-B. Sumber: NASA, 2013.
Sesungguhnya komet ISON sudah mulai teramati oleh salah satu armada satelit ini semenjak 10 Oktober 2013 silam, yakni kala ia mulai memasuki medan pandang instrumen HI-1(Heliospheric Imager-1) satelit STEREO-A. Meski demikian saat itukomet sulit diidentifikasi karena masih cukup redup. Tetapi situasi berubah semenjak paruh kedua November 2013 kala kometsecara dramatis bertambah terang, khususnya pasca terjadinya outburst (peningkatan kecemerlangan secara mendadak) pada 14 November 2013. Outburst ditimbulkan oleh merekahnya salah satu bagian permukaan intikomet ISON seiring tekanan angin Matahari yang kian meningkat karena kometkian mendekat ke Matahari. Retakan membuat cebakan (reservoir) es dan bekuan senyawa mudah menguap yang ada dibawahnya terbuka ke lingkungan, sehingga melipatgandakan jumlah uap air, gas dan debu yang tersembur dari inti komet. Inilah yang membuat komet ISON bertambah terang sekaligus menyajikan pemandangan langit nan spektakuler pada paruh kedua November 2013. Dalam situasi tersebut, komet ISON mulai memasuki medan pandang instrumen HI-2 satelit STEREO-A, yang resolusinya lebih baik ketimbang HI-1, semenjak 21 November dan terus bertahan hingga 28 November 2013.
Armada satelit pengamat Matahari mulai memainkan peranan pentingnya semenjak 23 November 2013, kala kometISON secara alamiah sudah terlalu dekat dengan Matahari sehingga tak bisa lagi diamati teleskop-teleskop di Bumi. Secara berturut-turut komet ISON mulai memasuki medan pandang instrumen COR-2 (Coronagraph-2) satelit STEREO-B, LASCO C3 (Large Scale Coronagraph C3) satelit SOHO, COR-2 satelit STEREO-A dan LASCO C2 satelit SOHO, masing-masing pada 26, 27 dan 28 November 2013. Ketiganya secara rutin mengirimkan citra (foto) demi citra setiap 15-30 menit sekali, yang menyajikan panorama menakjubkan dan dinamika komet ISON selama menerobos atmosfer berapi Matahari.
Terang dan Redup
Gambar 3. Posisi satelit-satelit pengamat Matahari, masing-masing SOHO, STEREO-A dan STEREO-B terhadap orbit planet-planet dan orbit komet ISON pada Jumat 29 November 2013. Dari ketiga posisi berbeda inilah observasi terhadap komet ISON kala berada di/dekat perihelionnya bisa berlangsung tanpa terputus. Sumber: NASA, 2013.
Gambar 3. Posisi satelit-satelit pengamat Matahari, masing-masing SOHO, STEREO-A dan STEREO-B terhadap orbit planet-planet dan orbit komet ISON pada Jumat 29 November 2013. Dari ketiga posisi berbeda inilah observasi terhadap komet ISON kala berada di/dekat perihelionnya bisa berlangsung tanpa terputus. Sumber: NASA, 2013.
Awalnya komet ISON nampak stabil dan terus bertambah terang sepanjang rentang waktu 21 hingga 28 November 2013, hal yang memang seharusnya terjadi pada sebuahkomet yang sedang bergerak mendekati Matahari. Kemudiankomet ISON terlihat membentuk dua jenis ekor yang berbeda: ekor gas dan ekor debu. Sepanjang waktu itu pulakomet ISON teramati bersama dengan komet lainnya yang lebih redup, yakni komet Encke yang periodik dan mendekati Matahari setiap 3,3 tahun sekali. Meski terlihat berdampingan, orbit kedua komet tersebut sejatinya tak saling berdekatan atau bahkan berpotongan. Mereka terlihat dalam berdekatan hanya karena diamati dari lokasi satelit STEREO-A. Tidak demikian halnya jika keduanya diamati dari Bumi.
Sepanjang 27 dan 28 November 2013 komet ISON nampak bertambah terang secara konsisten. Pada 27 November 2013 pukul 08:20 WIB, komet masih redup dengan magnitudohanya +2,5. Namun berselang 12 jam kemudian komet telah bertambah terang 6 kali lipat. Dan komet terus saja benderang menjadi 25 (magnitudo semu -1) hingga 63 kali lipat (magnitudo semu -2), masing-masing dalam 20 dan 26 jam kemudian. Komet yang kian benderang memang seperti seharusnya terjadi pada saat sedang mendekati Matahari. Namun sesuatu yang tak biasa terjadi pada 28 November 2013 pukul 21:00 WIB, empat jam sebelum komet menjangkau titik perihelionnya. Secara perlahan namun pasti komet ISON mulai meredup.
Pasca melewati perihelionnya, pada Jumat pagi 29 November 2013 terdeteksi benda mirip komet yang gerakannya bersesuaian dengan orbit komet ISON dengan sepasang ekor yang seakan menyatu lebar menyerupai kipas. Benda ini ditengarai sebagai komet ISON atau setidaknya sisa-sisanya. Benda mirip komet ini sempat bertambah terang hingga 2 jam komet melintasi perihelionnya, sehingga sama terangnya dengan bintang Antares. Namun setelah itu sisa komet ISON terdeteksi mulai meredup dan kian meredup. Lebih dari itu, benda tersebut juga tak lagi memiliki titik pusat yang terang sebagai petunjuk adanya kepala komet (coma) seperti halnya komet-kometlainnya. Sehingga saat meninggalkan medan pandang satelit SOHO, sisa komet ISON sudah menjadi benda langit dengan magnitudo semu +8 saja.
Hancur
Apa yang sebenarnya terjadi pada komet ISON?
Analisis Zdenek Sekanina, astronom spesialis komet di Jet Propulsion Laboratory NASA, menunjukkan kometISON memang menjumpai masalah saat sedang bergerak menuju perihelionnya. Kian membesarnya hembusan angin Matahari, apalagi pada Rabu pagi 27 November 2013 terjadi badai Matahari kelas M yang memberikan tekanan lebih besar, membuat struktur inti komet yang aslinya sudah cukup rapuh tak lagi sanggup bertahan. Badai Matahari tersebut berasal dari sisi jauh Matahari (yakni bagian wajah Matahari yang membelakangi Bumi kita) dan lintasannya memang tak langsung berpotongan dengan komet ISON, namun ada sebagian kecil materinya yang menghantam komet ini. Faktor lain yang turut berperan adalah suhu tinggi, yang memanggangkomet demikian rupa sehingga es dan bekuan senyawa mudah menguapnya mengalami penguapan superbrutal. Kombinasi kedua faktor tersebut menyebabkan komet bertambah terang pascabadai, yang menjadi indikasi mulai terpecah-belahnya inti komet. Proses pemecah-belahan inti mencapai puncaknya pada Kamis 28 November 2013 pukul 13:00 WIB, atau 12 jam sebelum komet ISON mencapai perihelionnya. Dan dalam sembilan jam kemudian inti komet ISON sudah sepenuhnya terpecah-belah, sehingga produksi debu dan gas pun berhenti. Semenjak saat itu komet mulai meredup.
Gambar 4. Komet ISON diabadikan dengan instrumen HI-1 satelit STEREO A pada 21 November 2013 (atas) dan 27 November 2013 (bawah). Perhatikan perbedaan bentuk dan ketebalan ekor komet serta ukuran kepala komet ISON pada kedua tanggal tersebut. Ekor debu (D) nampak jelas, sementara ekor gas (G) terlihat tipis. Sumber: NASA, 2013.
Gambar 4. Komet ISON diabadikan dengan instrumen HI-1 satelit STEREO A pada 21 November 2013 (atas) dan 27 November 2013 (bawah). Perhatikan perbedaan bentuk dan ketebalan ekor komet serta ukuran kepala komet ISON pada kedua tanggal tersebut. Ekor debu (D) nampak jelas, sementara ekor gas (G) terlihat tipis. Sumber: NASA, 2013.
Saat sebuah komet hancur berkeping-keping, segenap kepingan tersebut masih tetap berada di orbit kometinduknya semula. Dan mereka pun masih tetap bergerak laksana induknya semula. Dan karena sangat dekat dengan Matahari,tekanan angin Matahari dan tingginya suhu menyebabkan kepingan-kepingan yang tersisa itu terus tergerus hingga hancur. Proses penggerusan membutuhkan waktu tertentu, sehingga tak mengherankan bila sisa-sisa komet ISON masih terdeteksi hingga belasan jam kemudian. Indikasi proses penghancuran yang terus berlangsung nampak dari jejak ekor yang diperlihatkan sisa komet ISON. Ekor yang menjauhi Matahari merupakan jejak penghancuran, sementara ekor yang menuju ke arah timur merupakan sisa material yang terlepas saatkomet belum mencapai perihelionnya.
Hancurnya komet ISON menjadi berita menyedihkan bagi manusia khususnya di belahan bumi utara, karenakomet ini digadang-gadang bakal menjadi komet yang cukup terang setelah melewati perihelionnya. Namun peristiwa hancurnya sebuah komet sebenarnya bukan hal yang aneh. Tidak seperti planet, komet merupakan benda langit anggota tata surya yang berumur jauh lebih pendek dan hanya bisa bertahan selama kurun waktu 10 hingga 100 juta tahun saja di orbitnya sebelum kemudian mati atau lenyap.
Gambar 5. Bagaimana komet ISON mengalami perubahan tingkat terang yang dramatis sebelum meraih titik perihelionnya. Atas: 38 jam sebelum mencapai perihelion, komet masih redup dengan magnitudo semu +2,5. Nampak badai Matahari (CME 1 = coronal massa ejection 1) sedang menjalar meski tak langsung mengarah ke komet. Tengah : 15 jam sebelum mencapai perihelion, komet dalam kondisi paling terang dengan magnitudo semu -2,5. Nampak badai matahari berikutnya (CME 2) sedang menjalar. Dan bawah : 4 jam sebelum perihelion, komet kembali meredup dengan magnitudo semu anjlok ke antara +2 hingga +1 saja. Sumber: NASA, 2013.
Gambar 5. Bagaimana komet ISON mengalami perubahan tingkat terang yang dramatis sebelum meraih titik perihelionnya. Atas: 38 jam sebelum mencapai perihelionkomet masih redup dengan magnitudo semu +2,5. Nampak badai Matahari (CME 1 = coronal massa ejection 1) sedang menjalar meski tak langsung mengarah ke komet. Tengah : 15 jam sebelum mencapai perihelionkomet dalam kondisi paling terang denganmagnitudo semu -2,5. Nampak badai matahari berikutnya (CME 2) sedang menjalar. Dan bawah : 4 jam sebelum perihelionkomet kembali meredup dengan magnitudo semu anjlok ke antara +2 hingga +1 saja. Sumber: NASA, 2013.
Ada enam skenario yang menyebabkan sebuah komet mati atau pergi dari tata surya kita ini. Pertama, kometdihentakkan keluar dari tata surya untuk terbang menuju ruang antarbintang, seperti yang dialami oleh komet-komet dengan orbit parabola dan hiperbola. Kedua, komet hancur berkeping-keping menjadi debu antarplanet akibat bertabrakan dengan sesamanya. Ketiga, komet juga bisa hancur berkeping-keping akibat menumbuk planet/satelit alaminya atau Matahari. Jika tumbukan terjadi di Bumi, bencana mahadahsyat dalam skala tak terperi bisa terjadi akibat pelepasan energi kinetik dalam jumlah sangat besar. Keempat, komet pun dapat hancur berkeping-keping menjadi debu antarplanet akibat terjangan badai Matahari. Kelima, komet juga bisa hancur berkeping-keping setelah mengalami penguapan superbrutal akibat terlalu dekat/menerobos atmosfer Matahari. Dan yang keenam, komet dapat kehilangan seluruh materi gampang menguapnya (volatile) setelah mengedari Matahari dalam kurun waktu tertentu sehingga inti kometnya berubah jadi bongkahan mirip asteroid. Selanjutnya orbitnya pun dipaksa berubah menjadi mirip orbit asteroid tertentu akibat kombinasi pengaruh gravitasi Jupiter danSaturnus. Diperkirakan 60 % populasi asteroid dekat Bumi merupakan inti komet purba yang telah mati akibat kehabisan materi gampang menguapnya. Dari skenario-skenario tersebut, jelas komet ISON mengalami
Gambar 6. Dramatisnya penampilan komet ISON terlihat dalam citra komposit ini, antara 30 jam sebelum melintasi perihelionnya saat komet masih cukup terang (bawah) dengan 30 jam setelah melewati perihelionnya saat komet sudah sangat redup (atas). Sumber: NASA, 2013.
Gambar 6. Dramatisnya penampilan komet ISON terlihat dalam citra komposit ini, antara 30 jam sebelum melintasi perihelionnya saat komet masih cukup terang (bawah) dengan 30 jam setelah melewati perihelionnya saat komet sudah sangat redup (atas). Sumber: NASA, 2013.
Jadi, komet ISON gagal menembus lapisan atmosfer berapi milik Matahari dalam perjalanannya. Namun sebelum ia tiada, komet ISON ternyata sempat menebarkan pesonanya, termasuk bagi Indonesia. Silahkan ikuti bagian ketiga dari tulisan ini.

detik detik Komet ISON mati

http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=qzcQWmx_OTU

Alam Semesta kita mungkin hanya sebuah Hologram

IBA — Peneliti asal Jepang menyuguhkan sebuah bukti bahwa alam semesta tempat kita hidup mungkin hanya sebuah hologram.

Diberitakan Nature, Selasa (10/12/2013), bukti yang disuguhkan oleh Yoshifumi Hyakutake dari Ibaraki Uniersity, si peneliti yang dimaksud, sangat menarik.

Gagasan bahwa semesta hanya sebuah hologram pertama kali diungkapkan pada tahun 1997 oleh Juan Maldacena.

Dalam gagasan Maldacena, semesta terdiri atas senar yang sangat tipis dan bergetar, yang kemudian memunculkan gravitasi.

Dunia "senar" yang rumit itu eksis dalam 9 dimensi, ditambah dimensi waktu. Namun, dunia itu cuma proyeksi dari semesta dengan dimensi rendah. Semesta "nyatanya" lebih sederhana dan datar.

Mencoba menjelaskan secara lebih sederhana, Kostas Skenderis dari University of Southampton mengatakan bahwa semesta mirip hologram di kartu kredit.

"Ide ini sama dengan hologram biasa di mana citra 3 dimensi disandi pada permukaan dua dimensi, seperti hologram di kartu kredit," katanya seperti dikutip Telegraph, Kamis.

Hyakutake melakukan perhitungan komponen-komponen lubang hitam, seperti energi internal lubang hitam, horison peristiwa (batas antara lubang hitam dan bagian semesta lainnya), dan lainnya.

Sementara itu, Hyakutake juga melakukan perhitungan energi internal kosmos tanpa gravitasi. Hasil perhitungan cocok, mendukung gagasan Maldacena.

Menanggapi riset Hyakutake, Leonard Susskind, fisikawan teoretik di Stanford University di California mengatakan bahwa perhitungan Hyakutake benar.

Susskind mengatakan, memang kebenaran di sini baru kebenaran dalam perhitungan. Namun, hasil riset ini semakin mendekatkan manusia pada gagasan Maldacena.

source: sains kompas

Selasa, 10 Desember 2013

Inilah Gugus Galaksi Raksasa di Alam Semesta

Inilah Gugus Galaksi Raksasa di Alam Semesta
Klik untuk memperbesar
Info Astronomy - Citra terbaru dari teleskop luar angkaas Hubble milik NASA menunjukan gugus galaksi dan gugus bintang raksasa secara detail.

Hubble menemukan lebih dari 160.000 kelompok gugus bola di 'samping' gugus galaksi raksasa Abell 1689, yang berjarak sekitar 2,25 miliar tahun cahaya dari Bumi.

Data observasi baru teleskop Hubble -- yang difokuskan ke pusat gugus galaksi Abell 1689 -- dapat membantu menemukan materi gelap di sekitar gugus galaksi tersebut.

Dengan data dari teleskop yang ditempatkan di orbit Bumi, teleskop Hubble, para astronom memperkirakan luas dari gugus galaksi Abell 1689 adalah 2,4 juta tahun cahaya. 1 tahun cahaya adalah 9,4 triliun kilometer.

Para astronom berharap, teleskop luar angkasa baru milik NASA bernama James Webb Space Telescope (JWST) dapat mengambil foto dari Abell 1689 yang lebih baik dari Hubble.

JWST akan diluncurkan pada tahun 2018 mendatang.http://www.infoastronomy.co.vu/2013/12/inilah-gugus-galaksi-raksasa-di-alam-semesta.html

Komet Ini Akan Picu Hujan Meteor Paling Spektakuler

Suatu komet akan mencapai jarak terdekat dengan Mars, pada Oktober 2014. Sementara ada ancaman, ada juga pertunjukan hujan meteor langka di Mars.

meteor,mars,komet,siding springIlustrasi. (Thinkstock)
Sebuah komet akan mendekati Planet Mars. Komet itu punya dua dampak, bisa mengancam misi manusia di Mars, tetapi juga sekaligus menjanjikan fenomena hujan meteor langka yang berpotensi disaksikan manusia secara online.
Komet yang dimaksud itu bernama C/2013 A1 atau disebut juga komet Siding Spring. Komet ditemukan pada 3 Januari 2013 oleh pemburu komet Robert McNaught di Siding Spring Observatory, New South Wales, Australia. Komet akan mencapai jarak terdekat dengan Mars pada 19 Oktober 2014.
Awalnya, ilmuwan memperkirakan bahwa komet itu akan menghantam planet merah. Namun studi selanjutnya mengonfirmasi bahwa tumbukan mungkin takkan terjadi, tetapi mampu mengancam apa pun yang ada di orbit planet Mars.
Diberitakan www.newscientist.com, Jumat (06/12), saat mencapai titik terdekat, komet itu bakal berjarak 173.000 km atau bahkan bisa 89.000 km. Sebagai perbandingan, komet terdekat yang pernah mencapai Bumi berjarak 3,5 juta km pada tahun 1770. Dengan jarak itu, halo gas dan batu penyusun komet yang bisa merentang hingga ribuan kali diameter kometnya bisa mengancam apa pun yang ada, termasuk satelit buatan manusia yang berada di orbit Mars.
Bill Cooke dari Marshall Space Flight Center di Alabama mengungkapkan bahwa pada 2 jam sebelum komet mencapai jarak terdekat, atmosfer Mars akan terdiri dari material setara 1.000 hingga 10.000 kali massa jenis batuan yang terdapat di orbit Bumi.
Dengan fakta itu, maka misi Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) di Mars, MAVEN, bakal terancam. Demikian juga dengan misi India yang baru saja diluncurkan minggu lalu. Kini, ilmuwan tengah merencanakan mitigasi.
Sementara ada ancaman, ada juga pertunjukan spektakuler hujan meteor langka di Mars. Mark Lemmon dari Texas A7M University mengatakan, wahana Curiosity dan Opportunity di Mars bisa merekam kejadian itu.
"Ini mungkin akan menjadi hujan meteor paling intens yang pernah ada," kata Cooke. Dengan teknologi komunikasi saat ini, sangat mungkin hujan meteor itu bisa disaksikan secara online di internet.http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/12/komet-ini-akan-picu-hujan-meteor-paling-spektakuler

Kamis, 05 Desember 2013

Terungkap Kondisi Bumi 550 juta tahun

CALIFORNIA - Kondisi Bumi 550 juta tahun lalu memiliki lebih sedikit keragaman mineral ketimbang Bumi saat ini. Tim ilmuwan Carnegie Institution for Science mengungkap studi baru mereka tentang awal Bumi.

Dilansir Softpedia, Jumat (29/11/2013), catatan penelitian mengungkap kurang dari 8 persen mineral saat ini telah ada sejak 550 juta tahun lalu setelah Bumi terbentuk. Temuan ini penting karena para ahli mengatakan bahwa mineral memiliki peran utama dalam mempromosikan perkembangan kehidupan di Bumi.

Bahan-bahan mineral yang ada di Bumi diyakini menyediakan tempat penampungan untuk blok bangunan awal kehidupan. Mineral juga membantu menjaga dari kondisi Bumi yang ekstrem setelah waktu terbentuknya.

Penelitian yang dilaporkan di American Journal of Science menjelaskan bahwa mineral kemungkinan memfasilitasi perkembangan molekul pertama yang penting untuk kehidupan. Selain itu, mineral juga penting untuk menyediakan energi metabolik untuk struktur awal yang berkembang di Bumi.

Peneliti mengungkapkan, terdapat sekira 420 mineral yang ada di Bumi pada 550 juta tahun lalu. Sementara yang diketahui saat ini bumi memiliki jumlah sekira 5.000 mineral.

Ilmuwan menciptakan daftar semua spesies mineralyang mungkin muncul di era Hadean Eon (ratusan juta tahun lalu). Penelitian ini dilakukan oleh ilmuwan Robert Hazen dari CIT Geophysical Laboratory.

"Sebagian besar dari 420 mineral dari Hadean Eon terbentuk dari magma, batuan cair yang perlahan mengkristal di permukaan bumi, serta perubahan mineral tersebut bila terkena air panas," kata Hazen. Sebagian besar mineral diyakini memainkan peran penting dalam pengembangan kehidupan selama Hadean Eon.

Mineral yang terbentuk dengan lambat ini antara lain mengandung lithium, beryllium atau molybdenum. Mineral-mineral ini membutuhkan waktu satu miliar tahun untuk berkembang. (ahl)

source : okezone

Minggu, 01 Desember 2013

Bima Sakti Dulu Samar dan Kebiruan

Satu yang menarik juga adalah, saat semesta berusia empat miliar tahun, Bima Sakti telah menghasilkan sekitar 15 bintang tiap tahunnya.
tata surya,bima sakti,bintangBima Sakti di langit malam hari. (Thinkstockphotos)

Upaya pencarian asal-usul galaksi kita semakin menemui titik terang. Sekelompok astronom dari Yale University mengklaim telah menemukan jawaban atas rahasia besar sistem galaksi, Bima Sakti.

Penelitian itu memang tidak langsung menggunakan Bima Sakti sebagai objek utama, melainkan galaksi yang menyerupai Bima Sakti. Para astronom tersebut melakukan teknologi Hubble’s deep-sky survey untuk mempelajari evolusi yang terjadi di 400 galaksi mirip Bima Sakti.

Pieter G. van Dokkum, co-leader penelitian tersebut, mengungkap, “Tentu saja kami tidak bisa melihat Bima Sakti di masa lalu. Kami memilih galaksi-galaksi yang berpotensi seperti Bima Sakti dalam beberapa tahun cahaya ke depan.”

Dari pengamatan sementara disimpulkan, bahwa Bima Sakti dahulu berbentuk samar, berwarna kebiruan, dan bermassa rendah dengan banyak kandungan gas. Gas adalah bahan bakar pembentukan bintang, sedangkan warna biru adalah indikator pembentukan bintang yang berlangsung cepat.

Kemampuan tangkap teleskop Hubble yang sangat bagus juga memudahkan sistem kerja tersebut. Salah satu yang menarik adalah, pada puncak pembentukan bintang, ketika alam semesta berusia empat miliar tahun, Bima Sakti telah menghasilkan sekitar 15 bintang tiap tahunnya.

Dari pengamatan itu pula ditemukan, Galaksi Bima Sakti membangun 90 persen bintangnya antara 11 miliar sampai 7 miliar tahun yang lalu. Cukup jauh berbeda dengan apa yang terjadi sekarang. Sebagai perbandingan, saat ini Bima Sakti hanya menciptakan satu bintang per tahun.

Untuk mendapatkan hasil yang begitu detil, para peneliti menggunakan tiga program terbesar Hubble: The 3D-HST Survey, The Cosmic Assembly Near-infrared Deep Extragalactic Legacy Survey, dan The Great Observatories Origins Deep Survey. Ketiga program survei itu lantas digabungkan dengan sistem kamera jarah dekat yang dimiliki oleh Hubble.

Para astronom tersebut menghitung massa setiap galaksi dari kecerahan dan warna. Galaksi-galaksi yang dipilih juga bukan sembarangan, melainkan adalah hasil penyaringan 100 ribu galaksi yang dianggap paling mirip dengan Bima Sakti. Dan dari galaksi-galaksi tersebut, akhirnya ditemukan sistem evolusi Galaksi Bima Sakti hingga sekarang.

source; national geographic indonesia

Jumat, 29 November 2013

Gunung Everest dan Olympus Mons

VIVAnews - Puncak gunung Everest tingginya mencapai 8.848 meter dan disepakati sebagai gunung tertinggi di planet Bumi. Akan tetapi, Everst tidak ada apa-apanya dibanding Olympus Mons, gunung yang ada di planet Mars.

Dengan tinggi hingga mencapai 14 mil, atau sekitar 22.530 meter, Olympus Mons yang merupakan gunung berapi di planet Mars saat ini juga menjadi gunung tertinggi yang pernah terdeteksi di seluruh tata surya hingga saat ini. Saking tingginya, jika seorang pendaki gunung berdiri di kaki Olympus Mons, ia tidak akan mampu melihat puncak gunung itu.

“Gunung raksasa ini diperkirakan terbentuk dengan cara yang sama dengan terbentuknya gunung-gunung di planet Bumi, yakni berdiri di titik di mana batu-batuan panas dari bagian dalam planet terlontar ke atas,” kata David Baker dan Todd Ratcliff, peneliti dari Goddard Space Flight Center dan Kennedy Space Center NASA pada laporannya, seperti dikutip dari Extremesolarsystem, 31 Desember 2010.

Meski demikian, gunung Olympus Mons masih bisa tumbuh lebih tinggi lagi dengan cara yang berbeda dengan gunung berapi di planet Bumi karena planet Mars tidak memiliki lempeng tektonik.

Di Bumi, sebut kedua peneliti itu, lempeng tektonik berfungsi seperti ban berjalan di atas bara yang panas. “Gunung-gunung terbentuk, mati, dan kemudian membentuk gunung baru karena lempeng bergerak di atas titik panas yang menghasilkan rangkaian gunung berapi,” sebutnya.

Dengan tidak adanya lempeng yang bergerak di planet Mars, Olympus Mons kemungkinan berada di sebuah saluran pembentuk gunung berapi untuk jangka yang sangat panjang.

Sebagai gambaran, Mars merupakan planet kecil yang berukuran hanya sekitar separuh planet Bumi. Bayangkan betapa signifikannya gunung Olympus Mons terhadap planet itu.